Masa Pandemi VS Percetakan Offset

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per 7 April 2020, akibat pandemi Covid-19, tercatat sebanyak 39.977 perusahaan di sektor formal yang memilih merumahkan, dan melakukan PHK terhadap pekerjanya. Total ada 1.010.579 orang pekerja yang terkena dampak ini. Rinciannya, 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan dirumahkan, sedangkan 137.489 pekerja di-PHK dari 22.753 perusahaan. Sementara itu, jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal adalah sebanyak 34.453 perusahaan dan 189.452 orang pekerja. Namun, dalam catatan kebijakannya, tim riset SMERU menyebut bahwa angka ini belum menggambarkan tingkat pengangguran secara keseluruhan karena belum memasukkan pengangguran dari sektor informal dan angkatan kerja baru yang masih menganggur.

Sudah satu tahun lebih pandemi ini berlangsung di dunia ini (artikel ini ditulis pada bulan April 2021). Banyak sekali sektor yang berdampak. Sudah banyak pula artikel-artikel yang memaparkan soal dampak pandemi ini. Sehingga saya tidak perlu lagi untuk memaparkan lebih jauh. Namun ada fenomena yang menurut saya cukup unik yang terjadi di dunia percetakan. Ada semacam shifting permintaan juga. Walaupun shifting ini sudah terindikasi beberapa tahun belakangan, bahkan sebelum pandemi berlangsung. Shifting atau pergeseran yang terjadi itu salah satunya adalah semakin banyak permintaan akan kemasan, khususnya makanan. Penyebabnya adalah semakin tumbuhnya sektor UMKM yang dalam hal ini adalah UMKM yang bergerak dibidang makanan dan minuman. Kita pada awalnya merasa heran sekali, mengapa semakin banyak sekali permintaan akan kemasan. Apakah banyaknya orang-orang yang di-PHK, sehingga banyak yang beralih ke wirausaha? Atau ada sebab lain? Sejujurnya sampai detik ini kita masih belum tahu penyebab utamanya. Ataukah memang bisnis makanan dan minuman lagi booming? Yang jelas di masa pandemi ini malah semakin banyak yang melirik untuk berwirausaha.  

Fenomena ini bak gayung bersambut di dunia percetakan, permintaan untuk dus kemasan/packaging juga semakin banjir. Walaupun secara omzet masih dirasa menurun semenjak pandemi. Namun yang saya sorot dalam artikel ini bukan omzetnya, namun pergeseran permintaan jenis cetakan yang kita terima. Katakanlah 5 sampai 10 tahun yang lalu, jenis order yang masuk lebih bervariasi, mulai dari brosur, kartu nama, buku, majalah, buletin, termasuk instrumen pendukung penjualan (map, kop surat, dan sebagainya). Namun di tahun-tahun belakangan jenis permintaan yang saya sebut sebelumnya itu mulai ‘langka’. Puncaknya terjadi di masa pandemi, di mana lini bisnis seperti properti, hotel, pariwisata, sekolah menjadi ‘mati suri’. Sehingga kebutuhan-kebutuhan tersebut juga ikut mati suri.

Bisa Anda bayangkan, dulu bisnis properti secara rutin mengadakan pameran, otomatis mereka butuh cetakan untuk menunjang kegiatan pameran mereka (misal : brosur, map). Sedangkan di masa pandemi kegiatan yang cenderung mengundang kerumunan jadi dibatasi. Alhasil bisnis properti menjadi mandeg. Mobilitas orang juga dibatasi, orang semakin enggan untuk keluar rumah, walaupun sekedar untuk mencari makan malam. Hal ini justru menjadi titik bangkitnya sektor UMKM (setidaknya menurut pengamatan saya), bagaimana tidak, mobilitas orang dibatasi, sebuah keluarga misalnya, setiap malam minggu biasanya mengadakan acara makan malam di restoran, sekarang tidak bisa. Mereka jadinya menggunakan jasa ojek online untuk membeli makanan dan dimakan di rumah masing-masing. Sebuah hotel saking sepinya, mereka sampai banting setir menjadi penyedia makanan (katering), untuk dijual online. Tentu yang sebelumnya hotel tersebut tidak butuh sebuah packaging akhirnya butuh juga. Nah ini yang menurut saya pemicunya. Alih-alih mengundang konsumen untuk datang, mereka malah menjemput bola, menawarkan barang dagangannya bisa diantar ke rumah masing-masing.  

Mungkin ini hanyalah salah satu contoh saja, mengapa permintaan packaging menjadi naik. Belum lagi para pegawai pabrik misalnya, dia terkena perampingan di pabriknya, akhirnya di-PHK. Kemudian dengan pesangon yang dia miliki, si buruh pabrik itu memberanikan diri untuk berwirausaha. Entah itu dagang frozen food, jualan sambal siap saji, atau apa pun. Ya ujung-ujungnya mereka juga butuh kemasan. Dan imbasnya percetakan offset jadi salah satu sasaran mereka untuk berburu kemasan.  

Imbas itu juga terasa di percetakan kami, tidak sedikit yang datang langsung, atau via whatsapp mulai tanya-tanya soal kemasan. Walaupun tidak sedikit juga yang masih buta sama sekali di dunia percetakan. Alhasil para marketing kami mau tidak mau harus mengedukasi juga tentang dunia percetakan.  

Sumber : https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/11/102500165/pandemi-covid-19-apa-saja-dampak-pada-sektor-ketenagakerjaan-indonesia-?page=all.